Pernyataan
Standar Akuntansi Syariah (PSAK) 59 dan UU NO.21/2008
Ø PSAK 59
PSAK
(Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 59 merupakan pernyataan yang dikeluarkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengenai Akuntansi Perbankan Syari’ah. Standar
ini banyak merujuk pada AAOIFI. Di
Indonesia pada awal 1992-2002 atau 10 tahun Bank Syariah tidak memiliki PSAK
khusus. Para ahli dan pakar praktisi akhirnya mengesahkan PSAK 59 sebagai dasar
hukum dari standar akuntansi perbankan syariah di Indonesia.
Akuntansi
Perbankan Syariah di Indonesia berpedoman terhadap PSAK no. 59 yang diadobsi
dari AAOIFI singkatan Accounting and Auditing Organization for Islamic
Financial Institutions, lembaga regulasi keuangan Islam internasional yang
berkedudukan di Abu Dhabi, UEA. AAOIFI telah mengeluarkan Standar Akuntansi dan
Auditing untuk lembaga keuangan Islam (Accounting and Auditing Standards for
Islamic Financial Institutions) tahun 1998.
PSAK
ini disahkan tgl 1 Mei 2002, berlaku mulai 1 Januari 2003 atau pembukuan yang
berakhir tahun 2003. Berlaku hanya dalam tempo 5 tahun. Berdasarkan pernyataan
yang dikutip dari SAK Mei 2002, menjelaskan tentang: “PSAK No.59 adalah awal
lahirnya standar mengenai akuntansi syariah. PSAK No. 59 tentang Akuntansi
Perbankan Syariah telah disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK)
pada tanggal 1 Mei 2002. Walaupun PSAK 59 sudah tidak berlaku lagi, namun
inilah tonggak dari keperluan kita akan akuntansi syariah”.
PSAK
59 adalah pernyataan yang bertujuan
untuk mengatur perlakuan akuntansi (pengakuan, pengukuran, penyajian, dan
pengungkapan) transaksi khusus yang berkaitan dengan aktivitas bank syariah.
Ruang lingkup dalam pernyataan ini diterapkan untuk bank umum syariah, bank
perkreditan rakyat syariah, dan kantor cabang syariah bank konvensional yang
beroperasi di Indonesia. Hal-hal umum yang tidak diatur dalam pernyataan ini
mengacu pada PSAK yang lain dan/atau prinsip akuntansi yang berlaku umum
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Pernyataan ini bukan
merupakan pengaturan penyajian laporan keuangan sesuai permintaan khusus
(statutory) pemerintah, lembaga pengawas independen, dan bank sentral (Bank
Indonesia).
PSAK
Syari’ah yang ada saat ini diterapkan sebagai pedoman perbankan syari’ah dalam
membuat laporan keuangan dan menentukan tindakan atas berbagai aktifitas yang
berkaitan dengan produk & jasa perbankan syari’ah sehingga bisa dilihat
sharia compliance nya dan menjadi pertimbangan tersendiri bagi para
stakeholders.
Ø UU No 21/2008
Perbankan syariah dalam artian bank tanpa bunga
atau bank dengan prinsip perjanjian bagi hasil sudah mulai diperkenalkan di
negara kita sejak awal tahun 1990-an. Kemudian ditetapkan di dalam
undang-undang no 21 tahun 2008 (LN tahun 2008 no 94) tentang perbankan syariah
yang ditetapkan dan mulai berlaku tanggal 16 Juli 2008. Sebelum ditetapkannya
undang-undang no 21 tahun 2008 pengaturan tentang perbankan syariah sudah
dilakukan dalam beberapa undang-undang dan peraturan bank Indonesia belum
memadai.
Pasal 1 angka 1 undang-undang no 21 tahun 2008
menyebutkan perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
bank syariah dan unit usaha syariah, mencangkup kelembagaan kegiatan usaha
serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
UU No.21 tahun 2008 menjelaskan mengenai Perbankan
syariah :
§
Bab I berisi tentang
Ketentuan Umum
Pada Bab 1 pasal 1 berisi mengenai ketentuan
umum yang terdiri dari pengertian : Perbankan Syariah, Bank, Bank Indonesia,
Bank Konvensional, Bank umum Konvensional, Bank Pekreditan Rakyat, Bank
Syariah, Bank Umum Syariah, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Unit Usaha Syariah,
Kantor Cabang, Prinsip Syariah, Akad, Rahasia Bank, Pihak Terafiliasi, Nasabah,
Nasabah Penyimpanan, Nasabah penerima fasilitas, Simpanan, Tabungan, Deposito,
Giro, Investasi, Pembiayaan, Agunan, Penitipan, Wali Amanat, Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan dan Pemisahan.
§
Bab II berisi tentang
Asas, Tujuan, dan Fungsi
Pada Bab II terdiri dari 3 pasal, pada bagian
pertama membahas mengenai Asas Perbankan. Perbankan syariah dalam melakukan
kegiatan usahanya berasaskan Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi dan prinsip
kehati-hatian. Tujuan Perbankan Syariah adalah menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan dan
pemerataan kesejahteraan rakyat. Sedangkan fungsi Bank Syariah adalah :
a.
Bank Syariah dan UUS
wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.
b.
Bank Syariah dan UUS
dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal
c.
Bank Syariah dan UUS
dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya
kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).
d.
Pelaksanaan fungsi
sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai dengan ketentuan
peraturanperundang-undangan.
§
Bab III akan dijelaskan
tentang Perizinan, Bentuk Badan Hukum , Anggaran Dasar, dan Kepemilikan.
Setiap pihak yang akan melakukan kegiatan usaha
Bank Syariah atau UUS wajib memperoleh izin usaha sebagai Bank Syariah atau UUS
dari Bank Indonesia. Dengan syarat harus memenuhi sekurang-kurangnya : susunan
organisasi dan kepengurusan, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang
perbankan syariah dan kelayakan usaha.
§
Bab IV berisi tentang
jenis dan kegiatan usaha, kelayakan penyaluran dana dan larangan bagi Bank
Syari’ah dan UUS
Bank Syariah terdiri atas Bank Umum Syariah dan
BankPembiayaan Rakyat Syariah.Kegiatan usaha Bank Umum Syariah menghimpun dan
menyalurkan dana pihak ketiga serta memberikan fasilitas letter of credit atau
bank garansi sesuai prinsip syariah dan melakukan fungsi sebagai wali amanat
berdasarkan akad wakalah. Salah satu yang dilarang pada Bank Umum Syariah yaitu
melakukan penyertaan modal, sedangkan pada UUS, salah satu larangnnya adalah
melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prisip syari’ah.
§
Bab V berisi tentang
pemegang saham pengendali, dewan komisaris, dewan pengawas syariah, direksi,
dan tenaga kerja asing
Calon pemegang saham pengendali Bank Syariah
wajib lulus uji kemampuan dan kepatutan yang dilakukan oleh Bank Indonesia.Dan
pemegang saham pengendali yang tidak lulus ujikemampuan dan kepatutan wajib
menurunkan kepemilikan sahamnya menjadi paling banyak 10%. Ketentuan mengenai
syarat, jumlah, tugas, kewenangan,tanggung jawab, serta hal lain yang menyangkut
dewan komisaris dan direksi Bank Syariah diatur dalam anggaran dasar
BankSyariah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dewan
Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang
memiliki UUS. Dewan pengawas Syariah diangkat oleh rapat umum pemegang
saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. Tugas Dewan Pengawas Syariah
adalah memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan
Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.Dalam menjalankan kegiatannya, Bank
Syariah dapat menggunakan tenaga kerja asing. Tata cara penggunaan tenaga
kerja asing sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
§
Bab VI berisi tentang
tata kelola, prinsip kehati-hatian dan pengelolaan risiko Perbankan Syariah
Bank Syariah dan UUS wajib menerapkan tata
kelola yang baik yang mencakup prinsip transparansi, akuntabilitas,
pertanggungjawaban, profesional, dan kewajaran dalam menjalankan kegiatan
usahanya. Dimana Bank Syariah dan UUS wajib menerapkan manajemen
risiko,prinsip mengenal nasabah, dan perlindungan nasabah.
§
Bab VII berisi tentang
rahasia bank
Bank dan Pihak Terafiliasi wajib merahasiakan
keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya serta Nasabah Investor
dan Investasinya. Salah satu informasi Bank dapat disampaikan ke pihak lain
yang berkepentingan jika digunakan untuk kepentingan penyidikan pidana
perpajakan, pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang
mengeluarkan perintah tertulis kepada Bank agar memberikan keterangan dan
memperlihatkan bukti tertulis serta surat mengenai keadaan keuangan Nasabah
Penyimpan atau Nasabah Investor tertentu kepada pejabat pajak.
§
Bab VIII berisi tentang
pembinaan dan pengawasan
Tugas pengawasan Bank Indonesia berwenang :
1.
Memeriksa dan mengambil
data/dokumen dari setiap tempat yang terkait dengan Bank
2.
Memeriksa dan mengambil
data/dokumen dan keterangan dari setiap pihak yang menurut penilaian Bank
Indonesia memiliki pengaruh terhadap Bank
3.
Memerintahkan Bank
melakukan pemblokiran rekening tertentu, baik rekening Simpanan maupun rekening
Pembiayaan.
§
Bab IX berisi tentang
penyelesaian sengketa
Penyelesaian sengketa dilakukan oleh pengadilan
dalam lingkungan peradilan agama. Penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan
akad dan juga tidak boleh bertentangan dengan Prinsip Syariah.
§
Bab X berisi tentang
sanksi administrative
Bank Indonesia menetapkan sanksi administratif
kepada Bank Syariah atau UUS, anggota dewan komisaris, anggota Dewan Pengawas
Syariah, direksi, dan/atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional
yang memiliki UUS, yang menghalangi dan/atau tidak melaksanakan Prinsip Syariah
dalam menjalankan usaha atau tugasnya.
§
Bab XI berisi tentang
ketentuan pidana
Memberikan paparan mengenai sanksi pidana yang
bisa dikenakan kepada para pelanggan undang-undang ini.